Banner 468 x 60px

 

Psikologi Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli ilmu jiwa untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat sekalipun dalam kondisi yang sama. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan satu cabang ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.
Ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mampu mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan mengalami bermacam-macam ketegangan, ketakutan, konflik batin. Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terintegrasi dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan segala permasalahan hidup[1].
Terdapat beberapa istilah kesehatan mental dalam Al-Qur`an dan Hadits seperti najat (keselamatan) fawz (keberuntungan), falah (kemakmuran), dan sa`adah (kebahagiaan) berikut dengan berbagai akar katanya. Bentuk kebahagiaannya atau kesehatan mental meliputi yang berlaku di dunia ini dan yang berlaku dalam kehidupan akhirat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Kesehatan Mental dalam Psikologi Islam ?
2.      Bagaimana Pola-pola Pemahaman Kesehatan Mental ?
3.      Bagaimana Tanda-tanda Kesehatan Mental dalam Islam ?

C.    Tujuan Makalah
1.      Dapat mengetahui pengertian kesehatan mental dalam psikologi islam
2.      Dapat mengetahui pola pemahaman kesehatan mental
3.      Dapat mengetahui tanda-tanda kesehatan mental dalam islam

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kesehatan Mental
Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti kejiwaan. Kata mental memiliki persamaan makna dengan kata psyhe yang beerasal dari bahasa latin yang berarti psikis atau jiiwa, jadi dapat di ambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Zakiah Daradjat mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian[2]:
1.      Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).
2.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
3.      Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan pada diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
4.      Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang dapat dikatakan sehat tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama

a.      Pengertian Kesehatan Mental Menurut Barat
Kesehatan mental sebagai salah satu cabang ilmu jiwa sudah dikenal sejak abad ke-19, seperti di Jerman tahun 1875 M, orang sudah mengenal kesehatan mental sebagai suatu ilmu walaupun dalam bentuk sederhana.
Istilah “Kesehatan Jiwa (mental)” telah menjadi populer di kalangan orang-orang terpelajar, seperti istilah-istilah ilmu jiwa lainnya; misalnya kompleks jiwa, sakit saraf dan hysteria; banyak diantara mereka menggunakan kata-kata tersebut baik pada tempatnya atau tidak dalam pengertian yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah dan istilah-istilah tersebut[3].
 Ditinjau dari etimologi, kata mental berasal dari kata latin mens atau mentis yang berarti roh, sukma, jiwa atau nyawa.
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan jiwa atau mental yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala jiwa dan gejala penyakit jiwa. Jadi menurut definisi ini, seseorang dikatakan bermental sehat bila orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya. Malas dan hilangnya kegairahan bekerja pada seseorang. Bila gejala ini meningkat maka akan menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenis, atau hysteria dan sebagainya. Adapun orang sakit jiwa biasanya memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan orang pada umumnya. Inilah yang kita kenal dengan orang gila.
Kesehatan mental (mental hygiene) juga meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram[4].

b.      Tanda Kesehatan Mental Menurut Barat
Menurut Marie Jahoda pengertian kesehatan mental tidak hanya terbatas kepada absennya seseorang dari ganguan dan penyakit jiwa, tetapi orang yang sehat mentalnya, juga memiliki sifat atau karakteristik utama sebagai berikut:
1)      Memiliki sikap kepribadian terhadap diri sendiri dalam arti ia mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya.
2)      Memiliki pertumbuhan, perkembangan dan perwujudan diri.
3)      Memiliki integrasi diri yang meliputi keseimbangan jiwa kesatuan pandangan dan tahap terhadap tekanan-tekanan kejiwaan yang terjadi.
4)      Memiliki otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam ataupun kelakuan-kelakuan bebas.
5)      Memiliki persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, dan penciptaan empati serta kepekaan sosial.
6)      Memiliki kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya[5].

c.       Pengertian Kesehatan Mental Menurut Islam
Pandangan islam tentang manusia dan kesehatan mental, berbeda dangan aliran-aliran psikologi yang empat. Manusia dalam pandangan Islam diciptakan oleh Allah dengan tujuan tertentu:
a.       Menjadi hamba Allah yang tugasnya mengabdi kepada Allah SWT.
b.      Menjadi khalifah Allah fi al-Ardh yang tugasnya mengolah alam dan memanfaatkannya untuk kepetingan makhluk dalam rangka Ubudiyah kepada-Nya.
Tujuan tersebut dapat dicapai manusia dilengkapi dengan berbagai potensi yang harus dikembangan dan dimanfaatkan sesuai dengan aturan Allah. Oleh karena itu kesehatan mental dalam pandangan islam adalah pengembangan dan pemanfaatan potensi-potensi tersebut semaksimal mungkin, dengan niat ikhlas beribadah hanya kepada Allah.
Dari keempat aliran psikologi semuanya mendasarkan teoti kesehatan mentalnya hanya pada konsep dasar manusia yang sebenarnya belum utuh. Kekurang utuhan itu akan tampak bila diteliti dengan seksama, ternyata keempat aliran tersebut membicarakan konsep kepribadian manusia, namun belum menyinggung bagaimana kaitannya dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu orang kesulitan untuk menjawab bagaimana sebenarnya tentang konsep jiwa/mental yang sehat, tampaknya sulit ditentukan jawaban yang tuntas. Masing-masing aliran belum mampu mengembangkan seluruh potensi manusia, sehingga aliran humanistik dan transpersonal yang kajiannya lebih sempurna mengenai manusia pun ternyata masih belum sempurna menurut Islam.
Menurut pandangan Islam orang sehat mentalnya ialah orang yang berprilaku, pikiran, dan perasaannya mencerminkan dan sesuai dengan ajaran Islam. Ini berarti, orang yang sehat mentalnya ialah orang yang didalam dirinya terdapat keterpaduan antara perilaku, perasaan, pikiranya dan jiwa keberagamaannya. Dengan demikian, tampaknya sulit diciptakan kondisi kesehatan mental dangan tanpa agama. Bahkan dalam hal ini Malik B. Badri berdasarkan  pengamatanya berpendapat, keyakinan seseorang terhadap Islam sangat berperan dalam membebaskan jiwa dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Disinilah peran penting Islam dalam membina kesehatan mental[6].  Zakiah Daradjat merumuskan pengertian kesehatan mental dalam pengertian yang luas dengan memasukkan aspek agama didalamnya seperti berikut:
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan yang terciptanya penyesuaian diri antara manusia dangan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.

d.      Tanda Kesehatan Mental Menurut Islam
Pengertian sederhana, mental itu sudah dikenal sejak manusia pertama (Adam), karena Adam as merasa berdosa yang menyebabkan jiwanya gelisah dan hatinya sedih. Untuk menghilangkan kegelisahan dan kesedihan tersebut, ia bertaubat kepada Allah dan taubatnya diterima serta merasa lega kembali. Musthafa Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud, menemukan dua pola dalam kesehatan mental:
Pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala neurosis (al-amarah al-ashabiyah) dan psikosis (al-amaradh al-dzibaniyah).
Kedua, pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Pola yang kedua ini lebih umum dan lebih luas dibandingkan dengan pola pertama[7].

e.       Indikator Kesehatan Mental dalam Islam
1.      Indikator Kesehatan Mental Menurut Said Hawa
Said Hawa menetapkan indikator kesehatan mental berdasarkan tathhiral-qalh (penyucian jiwa) dengan indikatornya sebagai berikut:
a)      Sempurna dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah Allah SWT.
b)      Terlihat efek dari peribadatanya pada sifat-sifatnya yang utama dan akhlak al-karimah dan melaksanakan hablun minallah dan hablun minannas.
c)      Mempunyai hati yang mantap dalam mentauhidkan Allah SWT.
d)     Tidak mempunyai penyakit hati, yang bertentangan dengan keesaan Allah  SWT.
e)      Jiwa menjadi suci, hatinya menjadi suci, dan pandangannya menjadi jernih.
f)       Seluruh anggota badannya senantiasa berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.

2.      Indikator Kesehatan Mental Menurut Ahmad Farid
Ahmad Farid menetapkan indikator Kesehatan Mental berdasarkan kepada agama sebagai berikut:
a)      Berfokus pada akhirat
b)      Tiada meninggalkan zikrullah
c)      Selalu merindukan untuk beribadah kepada Allah
d)     Tujuan hidupnya hanya Kepada Allah
e)      Kyusu’ dalam menegakkan shalat dan lupa akan segala urusan dunia
f)       Menghargai waktu dan tidak bakhil harta
g)      Tidak berputus asa dan tidak malas untuk berzikir
h)       Mengutamakan kualitas perbuatan
3.      Indikator Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjat.
Zakiah Daradjat menetapkan indikator kesehatan mental dengan memasukkan unsur keimanan dan ketaqwaan, sebagai berikut:
a)      Terbebas dari gangguan dan penyakit jiwa
b)      Terwujudnya keserasian antara unsur-unsur kejiwaan
c)      Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara fleksibel dan menciptakan hubungan yang bermanfaat dan menyenangkan antar individu
d)     Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimiliknya serta memanfaatkannya untuk dirinya dan orang lain
e)      Beriman dan bertakwa kepada Allah dan selalu berupaya merealisasikan tercipta kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
4.      Indikator Kesehatan Mental Menurut Al-Ghazali.
 Seluruh aspek kehidupan manusia baik hablun minanallah, hablun minannas, dan hablun min al-alam. Menurutnya ada tiga indikator yang menentukan kesehatan mental seseorang yaitu:
a)      Keseimbangan yang terus menerus antara jasmani dan rohani dalam, kehidupan manusia.
b)      Memiliki kemuliaan akhlak dan kezakiyahan jiwa, atau memiliki kualitas iman dan takwa yang tinggi.
c)      Memiliki makrifat tauhid kepada Allah

B.     Pola-pola Pemahaman Kesehatan Mental
Muhammad Mahmud, mendefinisikan dua pola kesehatan mental, yaitu :
1.      Pola negative (salaby) bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari neurosis.
2.      Pola positif (ijaby) bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadapdiri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Pola ini lebih umum dan lebih luas dibandingkan dengan pola pertama. Hanna Djumhana Bastaman mendefinisikan kesehatan mental empat pola, yaitu :
a.       Pola Simtomatis : pola yang berkaitan dengan gejala dan keluhan, gangguan atau penyakit.
b.      Pola penyesuaian diri : pola yang  berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri atau memenuhi kebutuhan diri pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
c.       Pola pengembangan potensi : pola yang berkaitan dengan kualitas khas insan, seperti kreatifitas, produktifitas, kecerdasan, tanggung jawab.
d.      Pola agama : pola yang berkaitan dengan ajaran agama. Atkinson menentukan kesehatan mental dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi kesejahteraan emosional seseorang. Lebih lanjut Atkinson menyebutkan ada enam indikator normalitas kejiwaan yaitu :
a)      Persepsi realita yang efisien
b)      Mengenali diri sendiri
c)      Kemampuan mengendalikan perilaku secara sadar
d)     Harga diri dan penerimaan
e)      Kemampuan untuk membentuk ikatan kasih
f)       Produktifitas
Berpijak pada pola di atas, Zakiah Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptannya penyesuaian diri anatar individu dengan dirinya sendiri dan lingkungan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia dunia dan akhirat.

C.    Tanda-tanda Kesehatan Mental dalam Islam
Menurut Muhammad Mahmud terdapat 9 macam tanda-tanda kesehatan mental dalam Islam, yaitu:
Pertama : kemapanan, ketenangan, dan rileks. Kata “sakinah” memiliki arti kemapanan disebabkan memiliki tempat tinggal atau wilayah yang menetap dan tidak berpindah-pindah. Ketenangan di dalam istilah sakinah tidak berarti statis atau tidak bergerak, sebab dalam “sakinah” terdapat aktivitas yang disertai dengan perasaan tenang, seperti orang yang melakukan kerja dengan disertai rasa tenang. Sedangkan rileks merupakan akibat dari sakinah dan thuma’ninah, yaitu keadaan batin yang santai, tenang, dan tanpa adanya tekanan emosi yang kuat, meskipun mengerjakan pekerjaan yang amat berat. Seseorang yang memiliki jiwa yang kotor dan penuh dosa karena maksiat, maka elemen-elemen yang jahat mudah bersenyawa dan membentuk komposisi tubuh yang gampang terkena goncangan, keresahan, dan kebimbangan.
Kondisi mental yang tenang dan tentram dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: (1) adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya jika ia terkena musibah maka musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah (QS. Al-Baqarah : 156); (2) kemampuan individu dalam bersabar mengahadapi persoalan-persoalan hidup yang berat, misalnya cobaan akan ketakutan dan kemiskinan (QS. Al-baqarah : 155); dan (3) kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan (QS. Al-insyirah: 4-5).
Kedua, memadahi dalam beraktivitas. Seseorang yang mengenal potensi, keterampilan dan kedudukannya secara baik maka ia dapat bekerja dengan baik pula, dan hal itu merupakan tanda dari kesehatan mentalnya. Firman Allah SWT : “Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (QS.Yasin: 35).
Sabda Nabi SAW : “Makanan yang lebih baik dimakan oleh seseorang adalah makanan yang berasal dari jerih payahnya sendiri, sebab Nabi Dawud makan dari hasil kerjanya sendiri.” (HR.Al-Bukhari)
Ketiga, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang menerima keadaan sendiri, baik berkaitan dengan kondisi fisik, kedudukan, potensi, maupun kemampuannya, karena keadaan itu merupakan anugrah dari Allah SWT. Anugrah Tuhan yang diberikan kepada manusia terdapat dua jenis, yaitu: (1) bersifat alami. Manusia yang sehat akan mensyukuri anugrah itu tanpa mempertanyakan mengapa Tuhan menciptakan seperti itu, sebab di balik penciptaan-Nya pasti terdapat hikmah yang tersembunyi; (2) dapat diusahakan. Manusia yang sehat tentunya akan mengerahkan segala daya upayanya secara optimal agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tanda kesehatan mental yang lain adalah adanya kesediaan diri untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan orang lain, sehingga ia mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
Keempat, adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri. Artinya, kesehatan mental seseorang ditandai dengan kemmapuan untuk memilah-milah dan mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan yang hina dapat menyebabkan psikopatologi, sedangkan perbuatan yang baik menyebabkan pemeliharaan kesehatan mental.
Kelima, kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama.
Keenam, memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat.
Ketujuh, kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi.
Kedelapan, memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.
Kesembilan, adanya rasa kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengertian Kesehatan Mental menurut Barat adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan jiwa atau mental yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Pengertian Kesehatan Mental menurut Islam adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan yang terciptanya penyesuaian diri antara manusia dangan dirinya sendiri dan lingkungannya, Berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.
 Pola pemahaman kesehatan mental yaitu : Pola negative (salaby), dan Pola positif (ijaby).
Tanda-tanda kesehatan mental yaitu : kemapanan, memadahi dalam beraktivitas, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain, adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri, kemampuan untuk memikul tanggung jawab, memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat, kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi, memiliki keinginan yang realistik sehingga dapat diraih secara baik, dan adanya rasa kepuasan serta kegembiraan dan kebahagiaan dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh.

B.     Saran
Makalah kesehatan mental dalam psikologi islam bisa bermanfat bagi pembaca dan penulis, serta mempraktekkan dalam kehidupannya. Kami berharap pembaca bisa melanjutkan makalah ini dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Yusak Burhanuddin; Kesehatan Mental; Penerbit Pustaka Setia; Bandung; 1999; Hal.12.
Zakiah Daradjat (1985:10-14)
Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) cet. 1, h. 20
Jalaluddin, Psikologi Agama. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008) h. 160
Ramayulis,Haji,. Op., cit, h. 130
Ramayulis,Haji,. Op., cit, h. 152
Ramayulis,Haji, Psikologi Agama. (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.128




[1] Yusak Burhanuddin; Kesehatan Mental; Penerbit Pustaka Setia; Bandung; 1999; Hal.12.
[2] Zakiah Daradjat (1985:10-14)
[3] Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) cet. 1, h. 20
[4] Jalaluddin, Psikologi Agama. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008) h. 160
[5] Ramayulis,Haji,. Op., cit, h. 130
[6] Ramayulis,Haji,. Op., cit, h. 152
[7] Ramayulis,Haji, Psikologi Agama. (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.128

0 komentar:

Posting Komentar